Kasus meninggalnya dokter muda peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip), Aulia Risma Lestari, mengungkap praktik pungutan liar (pungli) yang mengejutkan di kalangan dokter senior.
Angka pungli yang berhasil dikumpulkan mencapai ratusan juta rupiah, menimbulkan pertanyaan besar tentang transparansi dan etika profesi kedokteran.
Pungutan Liar Ratusan Juta Rupiah untuk Joki Tugas
Aulia Risma, mendiang bendahara residen angkatan 77 PPDS Anestesi Undip, bertanggung jawab mengumpulkan iuran senilai Rp864 juta pada tahun 2022.
Uang tersebut, menurut kesaksian di pengadilan, digunakan untuk membayar jasa joki yang mengerjakan tugas para dokter senior.
Sebanyak Rp88 juta dialokasikan untuk membayar jasa joki, terbagi menjadi dua pekerjaan dengan nilai masing-masing Rp11 juta dan Rp77 juta.
Sisa uang pungutan juga digunakan untuk membiayai konsumsi dokter senior dan keperluan lain yang tidak diatur secara resmi.
Terungkap dalam sidang di Pengadilan Negeri Semarang, Jawa Tengah, bahwa terdakwa Zara Yupita, senior PPDS angkatan 76, memberikan arahan terkait pengumpulan iuran tersebut.
Intimidasi dan Indoktrinasi di Lingkungan PPDS Undip
Persidangan juga mengungkapkan adanya “pasal dan tata krama anestesi” yang disampaikan Zara Yupita kepada juniornya. Salah satu pasal berbunyi, “senior tidak pernah salah”.
Dokter junior dilarang mengeluh dan hanya diperbolehkan menjawab “ya” dan “siap”. Hal-hal yang dianggap menyenangkan hanya diperuntukkan bagi senior.
Jaksa Penuntut Umum menilai praktik senioritas dan indoktrinasi ini sebagai bentuk intimidasi terselubung yang berdampak pada aspek akademik dokter junior.
Penolakan terhadap aturan tersebut diduga berdampak negatif terhadap kemajuan akademik para dokter junior.
Ancaman Hukuman dan Dampak Kasus Terhadap Dunia Kedokteran
Zara Yupita dijerat dengan Pasal 368 KUHP tentang pemerasan atau Pasal 335 KUHP tentang pemaksaan, dengan ancaman hukuman hingga sembilan tahun penjara.
Terdakwa memilih untuk tidak mengajukan eksepsi dan meminta persidangan dilanjutkan dengan pemeriksaan perkara.
Kasus ini menyoroti pentingnya pengawasan dan reformasi di lingkungan pendidikan kedokteran untuk mencegah praktik pungli dan intimidasi serupa.
Semoga kasus ini menjadi momentum untuk menciptakan lingkungan belajar yang lebih sehat, adil, dan transparan bagi para dokter muda di masa mendatang, serta mendorong peningkatan etika dan integritas dalam profesi kedokteran.