Akses informasi kesehatan yang mudah dipahami masih menjadi kendala besar bagi keluarga di Indonesia, khususnya mereka yang memiliki anak dengan kondisi khusus seperti Down Syndrome dan penyakit jantung bawaan.
Studi menunjukkan fakta mengejutkan: sekitar 40-50% bayi dengan Down Syndrome mengalami kelainan jantung bawaan yang butuh penanganan segera.
Tantangan Informasi Kesehatan untuk Keluarga Anak Berkebutuhan Khusus
Gangguan jantung bawaan merupakan penyebab utama kematian dan penyakit serius pada anak, terutama di usia dini.
Sayangnya, banyak keluarga kesulitan memahami diagnosis dan prosedur medis yang rumit. Informasi daring seringkali teknis atau tidak akurat, dan literatur medis banyak yang berbahasa asing.
Ini membuat pengambilan keputusan medis menjadi sulit dan penuh ketidakpastian, apalagi bagi keluarga dengan akses terbatas ke spesialis.
Peran Dokter dan Faktor Risiko Penyakit Jantung Bawaan
Dokter anak, Dr. dr. Syarif Rohimi, SpA(K), mengungkapkan kesulitan keluarga dalam memahami informasi medis yang kompleks, khususnya bila tidak disampaikan dalam Bahasa Indonesia.
Selain akses informasi, faktor genetik dan lingkungan juga berperan. Usia ibu hamil di atas 35 tahun, kehamilan lebih dari lima kali, kelebihan cairan amnion, diabetes melitus pada ibu, serta pertumbuhan janin yang tidak normal meningkatkan risiko penyakit jantung bawaan.
Ibu hamil dengan usia di atas 35 tahun memiliki risiko lebih tinggi melahirkan anak dengan penyakit jantung bawaan. Begitu pula dengan ibu yang hamil lebih dari lima kali.
Dr. Syarif menekankan pentingnya program nasional untuk menekan angka penyakit jantung bawaan. Ini termasuk anjuran agar ibu tidak hamil dan melahirkan di atas usia 35 tahun, serta membatasi jumlah kehamilan.
Pentingnya Layanan Kesehatan yang Inklusif dan Dukungan Pemerintah
Sistem layanan kesehatan yang inklusif dan responsif terhadap keluarga dengan anak berkebutuhan khusus sangat dibutuhkan.
Keterbatasan pusat rujukan khusus dan layanan konseling psikososial menjadi hambatan serius dalam perawatan jangka panjang.
Kurangnya literatur kesehatan yang mudah dipahami, pelatihan tenaga medis untuk komunikasi inklusif, dan dukungan pemerintah untuk program pendampingan keluarga juga menjadi masalah.
Upaya penyediaan informasi kesehatan yang mudah dipahami tidak boleh bersifat sporadis. Pemerintah perlu berperan aktif dalam menyediakan materi edukatif yang sesuai kebutuhan masyarakat.
Perlu pula perluasan jaringan layanan pendampingan bagi keluarga yang terdampak. Tanpa akses informasi yang memadai, keluarga akan terus mengalami kesenjangan pengetahuan yang berdampak pada pengambilan keputusan dan masa depan anak.
Hari Down Syndrome Sedunia menjadi momentum penting untuk meningkatkan kesadaran dan edukasi masyarakat tentang penyakit jantung bawaan, terutama bagi ibu dengan anak berkebutuhan khusus atau Down Syndrome. Perhatian dan tindakan nyata dari berbagai pihak sangat dibutuhkan untuk mengatasi tantangan ini.