Resistensi antimikroba (AMR) adalah ancaman global yang serius. Kemampuan kita untuk mengobati infeksi umum terancam karena bakteri, virus, jamur, dan parasit bermutasi, sehingga obat-obatan menjadi tidak efektif.
Ancaman Mematikan Resistensi Antimikroba
Jika tidak ditangani segera, AMR dapat membawa kita kembali ke era pra-antibiotik. Infeksi yang dulunya mudah diobati dapat kembali menjadi penyebab kematian. Dampaknya meluas ke berbagai sektor, termasuk pertanian, peternakan, dan lingkungan. Ini menjadi tantangan besar bagi kesehatan berkelanjutan.
AMR terjadi ketika mikroorganisme mampu bertahan hidup meskipun terpapar obat antimikroba. Penyebab utamanya adalah penggunaan antimikroba yang tidak tepat dan berlebihan, baik pada manusia maupun hewan ternak.
Pada 2019, setidaknya 1,27 juta kematian disebabkan infeksi resisten antibiotik. Proyeksi menunjukkan angka kematian akibat AMR akan meningkat drastis pada tahun 2050, mencapai jutaan kasus. Biaya pengobatan juga meningkat signifikan, seperti terlihat pada kasus pneumonia dan septikemia di Indonesia.
Praktik penggunaan antibiotik yang salah, seperti pemberian pada infeksi virus atau penggunaan sebagai promotor pertumbuhan hewan, mempercepat perkembangan AMR. Sanitasi buruk dan pengendalian infeksi yang tidak memadai juga memperparah masalah. Di Indonesia, penggunaan antibiotik pada peternakan ayam broiler sangat tinggi.
Dampak AMR terhadap Kesehatan Berkelanjutan
Kesehatan berkelanjutan membutuhkan keseimbangan antara kebutuhan saat ini dan masa depan. AMR mengancam pilar-pilar ini secara fundamental. Beban ekonomi dan sosial meningkat drastis akibat biaya pengobatan yang membengkak dan produktivitas yang menurun.
Keamanan pangan juga terancam. Bakteri resisten dapat menyebar melalui rantai makanan, mencemari tanah dan air. Lingkungan pun tercemar oleh limbah farmasi dan ekskresi hewan yang mengonsumsi antimikroba. Ini menciptakan reservoir bakteri resisten yang lebih luas.
Kemajuan medis modern seperti transplantasi organ dan kemoterapi bergantung pada antibiotik efektif. AMR dapat mengancam keberhasilan inovasi-inovasi medis ini.
Upaya Kolaboratif Mengatasi AMR di Indonesia
Kementerian Kesehatan Indonesia berkolaborasi dengan Essity, perusahaan Swedia di bidang kebersihan dan kesehatan, untuk mengatasi AMR. Nota Kesepahaman ditandatangani dalam Sweden-Indonesia Sustainability Partnership (SISP) Healthcare Conference 2025.
Kolaborasi ini menghadirkan teknologi inovatif seperti Sorbact. Teknologi ini merupakan solusi perawatan luka tanpa antimikroba yang mampu mengikat dan mengeliminasi bakteri. Teknologi ini telah terbukti efektif menurunkan infeksi dan penggunaan antibiotik di beberapa negara.
Kerja sama ini diharapkan dapat meningkatkan hasil perawatan pasien dan mendukung upaya nasional dalam menanggulangi resistensi antibiotik. Tujuannya adalah membangun sistem layanan kesehatan yang lebih baik dan berkelanjutan di Indonesia. Inisiatif ini menandakan komitmen kuat dalam menghadapi tantangan global AMR.