Membatasi asupan kalori secara ekstrem untuk menurunkan berat badan memang menggoda. Namun, penelitian terbaru menunjukkan efek samping yang tak terduga: dampak negatif pada kesehatan mental, terutama pada pria. Studi yang dilakukan University of Toronto ini menganalisis data lebih dari 28.500 orang dewasa selama lebih dari satu dekade. Hasilnya mengejutkan dan perlu menjadi perhatian kita semua.
Studi tersebut menunjukan korelasi antara diet rendah kalori dan peningkatan gejala depresi. Para peneliti menemukan bahwa individu yang menjalani diet ketat cenderung mengalami peningkatan gejala depresi, dibandingkan mereka yang tidak berdiet. Ini menjadi temuan penting yang perlu dikaji lebih lanjut.
Diet Ketat dan Risiko Depresi: Temuan Mengejutkan dari Studi University of Toronto
Penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal *BMJ Nutrition Prevention and Health* ini melibatkan survei pola makan dan evaluasi klinis gejala depresi pada para partisipan. Hasilnya menunjukkan bahwa diet rendah kalori secara signifikan dikaitkan dengan peningkatan gejala depresi, seperti kelelahan, kesulitan berkonsentrasi, dan hilangnya minat pada aktivitas yang sebelumnya dinikmati.
Para peneliti menemukan bahwa pembatasan kalori yang ekstrem dapat menyebabkan kekurangan nutrisi penting. Kekurangan protein dan vitamin, misalnya, dapat mengganggu fungsi otak optimal, berujung pada perubahan suasana hati dan kemampuan kognitif. Ini penting untuk dipahami sebelum memutuskan untuk menjalani diet ketat.
Kualitas Nutrisi, Bukan Hanya Kuantitas: Pentingnya Pola Makan Seimbang
Bukan hanya jumlah kalori yang perlu diperhatikan, tetapi juga kualitas nutrisi yang dikonsumsi. Konsumsi makanan ultra-proses (makanan instan, karbohidrat olahan, lemak jenuh, daging olahan, dan makanan manis) dikaitkan dengan peningkatan risiko depresi. Sebaliknya, pola makan Mediterania (kaya sayuran, buah, biji-bijian utuh, dan lemak sehat) menunjukkan korelasi dengan risiko depresi yang lebih rendah.
Studi ini menekankan pentingnya keseimbangan nutrisi. Kekurangan nutrisi akibat diet ketat dapat berdampak negatif pada kesehatan mental. Memilih makanan berkualitas dan bergizi seimbang lebih penting daripada sekadar membatasi kalori secara drastis.
Mencari Pendekatan Sehat dan Berkelanjutan untuk Penurunan Berat Badan
Dr. Venkat Bhat, peneliti utama studi ini, menyarankan pendekatan yang lebih holistik dan berkelanjutan. Alih-alih fokus pada pembatasan kalori ekstrem, lebih baik memilih perubahan pola makan yang lebih seimbang dan sesuai dengan kebutuhan nutrisi individu. Perubahan gaya hidup yang bertahap dan terukur akan lebih efektif dalam jangka panjang.
Natalie Mokari, ahli gizi dari Charlotte, North Carolina, menambahkan pentingnya memperhatikan isi piring makan. Apakah sudah terpenuhi kebutuhan protein, karbohidrat kompleks, lemak sehat, serat, dan vitamin dari buah dan sayuran? Pola makan seimbang bukan hanya untuk mencapai berat badan ideal, tetapi juga meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan.
Tips Mencapai Berat Badan Ideal Secara Sehat
- Konsultasikan dengan ahli gizi atau dokter sebelum memulai program diet.
- Fokus pada pola makan seimbang yang kaya nutrisi, bukan hanya pembatasan kalori.
- Pilih makanan utuh dan minimalkan makanan olahan.
- Lakukan perubahan gaya hidup secara bertahap dan berkelanjutan.
- Prioritaskan kesehatan mental dan fisik secara bersamaan.
Menurunkan berat badan memang penting, namun kesehatan mental sama pentingnya. Jangan sampai obsesi untuk memiliki tubuh ideal justru berdampak negatif pada kesehatan mental Anda. Konsultasikan dengan profesional kesehatan sebelum memulai program diet untuk memastikan pendekatan yang aman dan efektif bagi Anda. Ingat, kesehatan sejati adalah keseimbangan antara fisik dan mental. Jadi, prioritaskan kesejahteraan Anda secara keseluruhan.