Sekitar 100 Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI) secara terbuka menyatakan hilangnya kepercayaan mereka kepada Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. Kekecewaan mendalam ini diungkapkan Dekan FKUI, Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, yang merinci sejumlah alasan di balik putusnya kepercayaan tersebut. Pernyataan ini menandai eskalasi ketidaksetujuan terhadap sejumlah kebijakan Kementerian Kesehatan.
Pernyataan ini menunjukkan ketidakpuasan yang luas di kalangan akademisi terkemuka di bidang kedokteran Indonesia. Mereka merasa suara dan masukan mereka terabaikan.
Kehilangan Dialog Konstruktif dan Pengabaian Masukan
Prof. Ari menjelaskan bahwa para Guru Besar FK UI merasa tidak lagi dilibatkan dalam pengambilan keputusan penting di Kementerian Kesehatan. Hal ini berbeda dengan masa pembahasan RUU Kesehatan Omnibus Law, di mana mereka masih dilibatkan secara aktif.
Mereka menilai banyak kebijakan besar dikeluarkan tanpa melibatkan institusi akademik dan profesi kedokteran. Padahal, masukan telah disampaikan sejak tahap awal perencanaan kebijakan tersebut.
Ketidakkonsistenan Kebijakan dan Narasi Publik yang Kontraproduktif
Dekan FKUI menyoroti ketidakkonsistenan dalam implementasi kebijakan Kemenkes, terutama mengenai kolegium dan penunjukan Rumah Sakit Pendidikan sebagai Penyelenggara Utama (RSPPU).
Awalnya, dijanjikan penyebaran yang merata, namun kenyataannya penunjukan tetap ditentukan oleh Menkes. Contoh lain adalah penunjukan RSPPU yang tidak sesuai dengan yang dijanjikan, termasuk RS Jantung Harapan Kita dan Cijendo.
Pernyataan Menkes yang Menimbulkan Kontroversi
Selain itu, Prof. Ari juga menyesalkan sejumlah pernyataan Menkes yang dianggap menyesatkan dan kontraproduktif. Pernyataan Menkes yang menyebutkan hanya orang kaya yang bisa sekolah kedokteran dan spesialis hanya bisa ditempuh dengan ‘izin’ Menteri dianggap tidak berdasar.
Ia memberikan contoh mahasiswa FKUI dari berbagai latar belakang, termasuk anak petani dan mahasiswa dari Papua, yang berhasil menempuh pendidikan kedokteran dan spesialis. Pernyataan Menkes soal ukuran celana yang menyudutkan pasien obesitas juga dinilai sangat tidak tepat.
Penutupan Akses Pendidikan Spesialis Anestesi di RS Hasan Sadikin
Puncak kekecewaan para Guru Besar FK UI terjadi saat Kementerian Kesehatan menutup akses pendidikan spesialis anestesi di RS Hasan Sadikin, Bandung. Meskipun telah diajukan permohonan untuk membuka kembali akses tersebut dua bulan sebelumnya, hingga saat ini belum ada perubahan.
Kejadian ini semakin memperkuat ketidakpercayaan mereka kepada Menkes dan kebijakan yang dijalankan.
Tanggapan Kemenkes
Juru bicara Kemenkes RI, drg. Widyawati, menyatakan bahwa pihaknya terbuka untuk berdialog. Namun, ia menyebutkan bahwa undangan untuk berdialog sebelumnya tidak mendapat respons positif dari para Guru Besar FK UI. Kemenkes menyatakan kesiapannya untuk hadir dan berdialog secara terbuka jika diundang oleh para Guru Besar.
Menkes Budi Gunadi Sadikin sendiri belum memberikan komentar resmi terkait hal ini. Namun, dalam forum sebelumnya, ia selalu menekankan bahwa reformasi sistem kesehatan, termasuk pendidikan kedokteran, dilakukan untuk meningkatkan akses dan pemerataan layanan kesehatan di seluruh Indonesia.
Pernyataan para Guru Besar FK UI ini menunjukkan keprihatinan yang serius terhadap arah kebijakan kesehatan di Indonesia. Kehilangan kepercayaan dari para ahli di bidangnya merupakan tanda peringatan yang penting bagi pemerintah untuk mempertimbangkan kembali strategi dan cara komunikasi dengan para stakeholder di bidang kesehatan. Harapannya, tercipta dialog yang lebih konstruktif dan kolaboratif untuk mencapai tujuan peningkatan kesehatan masyarakat Indonesia.