Sekitar seratus guru besar dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) kembali menyuarakan keprihatinan mereka terhadap tata kelola kesehatan di bawah kepemimpinan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. Mereka menilai Menkes mengambil alih terlalu banyak wewenang dalam program pendidikan dokter spesialis (PPDS), melemahkan peran organisasi profesi. Orasi ini merupakan lanjutan dari aksi protes sebelumnya.
Pemerintah didesak untuk lebih fokus pada penyebaran dokter dan ketersediaan alat serta tenaga kesehatan di daerah terpencil. Ketimbang terlalu banyak intervensi dalam struktur kepengurusan kolegium. Kolegium memiliki peran vital dalam menentukan kurikulum dan kompetensi PPDS.
Kekhawatiran atas Independensi Kolegium dan Standar Dokter
Para guru besar khawatir, jika kolegium tidak lagi independen, hal ini akan berdampak pada kualitas dokter yang dihasilkan. Standar kompetensi dokter bisa menurun, berujung pada pelayanan kesehatan yang buruk bagi masyarakat. Mereka menekankan pentingnya kebebasan akademik dalam pengelolaan pendidikan kedokteran.
Prof. Dr. Sulistyowati Irianto, M.A., dalam orasi jilid II di Aula Salemba, Jakarta Pusat, menyatakan perlunya mengembalikan kebebasan akademi. Hal ini agar pendidikan kedokteran dapat dikelola dengan baik dan memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat.
Penempatan PPDS dan Peran Tiga Entitas Utama
Guru besar FKUI juga menyoroti keinginan Menkes Budi untuk memindahkan PPDS lebih banyak ke rumah sakit pemerintah, bukan universitas. Mereka menilai hal ini menyimpang dari prinsip dasar PPDS yang melibatkan tiga entitas utama: fakultas kedokteran, rumah sakit pendidikan, dan kolegium. Kerjasama ketiganya dianggap penting dalam menghasilkan dokter yang berkualitas.
Sistem yang melibatkan tiga entitas tersebut telah berjalan baik selama ini. Perubahan yang diusulkan Menkes dikhawatirkan akan mengganggu keseimbangan dan efektivitas sistem tersebut.
Seruan dan Tanggapan Kementerian Kesehatan
Para guru besar menyerukan perhatian dan tindakan nyata dari pemerintah. Mereka menyatakan telah kehilangan kepercayaan kepada Menkes Budi untuk memimpin reformasi kesehatan yang inklusif, adil, dan berbasis bukti. Pernyataan tersebut disampaikan atas nama 372 guru besar FKUI.
Juru bicara Kementerian Kesehatan RI, drg. Widyawati, MKM, menanggapi pernyataan tersebut. Ia menyatakan Kemenkes sebelumnya telah berupaya untuk berdialog dengan para guru besar. Namun, dialog tersebut gagal terlaksana karena dianggap kurang terbuka.
Kemenkes menyatakan tetap terbuka untuk berdiskusi. Namun, diskusi tersebut harus dilakukan dalam forum terbuka sesuai keinginan para guru besar. Widyawati juga menekankan bahwa tata kelola kolegium merupakan amanat undang-undang kesehatan yang harus dipatuhi.
Kesimpulan
Protes guru besar FKUI ini menyoroti pentingnya menjaga independensi kolegium dan keseimbangan peran tiga entitas utama dalam program PPDS. Mereka mengkhawatirkan dampak dari intervensi pemerintah yang berlebihan terhadap kualitas pendidikan kedokteran dan pelayanan kesehatan di Indonesia. Perdebatan ini menunjukan kompleksitas tantangan dalam reformasi sistem kesehatan Indonesia. Ke depan, dialog dan kolaborasi yang konstruktif antara pemerintah dan para ahli di bidang kesehatan sangat diperlukan untuk mencapai solusi terbaik. Kepercayaan publik terhadap sistem kesehatan juga perlu diperhatikan dan dijaga.