Kekurangan protein merupakan masalah gizi yang umum dialami ibu hamil di Indonesia. Stigma negatif terkait konsumsi protein yang tinggi turut memperparah masalah ini.
Dokter spesialis kandungan, dr. Ardiansjah Dara Sjahruddin, SpOG, MKes, FICS, FESICOG, mengungkapkan kebanyakan masyarakat Indonesia kekurangan protein.
Kebiasaan makan masyarakat Indonesia lebih sering menambah nasi daripada lauk pauk kaya protein, seperti ayam atau ikan. Hal ini tercermin dari budaya makan yang cenderung mementingkan jumlah nasi dibandingkan protein.
Kekurangan Protein pada Ibu Hamil: Dampak dan Solusi
Asupan protein yang cukup sangat penting bagi ibu hamil dan perkembangan janin. Protein berperan sebagai zat pembangun dan pembentuk sel tubuh, termasuk sel-sel janin.
Dokter Dara menjelaskan, kurangnya protein dapat memperlambat proses penyembuhan pasca persalinan, terutama bagi ibu yang menjalani operasi caesar. Luka akan lebih lama kering dan proses pemulihan akan lebih panjang.
Ia menyarankan agar asupan protein minimal mencakup setengah dari isi piring. Sumber protein beragam, baik hewani (ayam, sapi, ikan) maupun nabati (kedelai, kacang-kacangan), perlu diperhatikan untuk memenuhi kebutuhan harian.
Untuk vegetarian, penting untuk mengonsumsi beragam sumber protein nabati dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan nutrisi. Variasi dan jumlah yang cukup sangat penting untuk memastikan asupan protein yang optimal.
Mitos dan Fakta Seputar Konsumsi Protein
Mitos tentang “rakus” jika mengonsumsi banyak protein perlu diluruskan. Ibu hamil membutuhkan asupan protein yang cukup untuk mendukung kesehatan dirinya dan pertumbuhan janin.
Dokter Dara mencontohkan atlet binaraga yang mengonsumsi banyak protein untuk membangun otot. Analogi ini menjelaskan kebutuhan protein yang tinggi bukan sekadar untuk pembentukan otot, tetapi juga untuk pertumbuhan dan perkembangan jaringan tubuh.
Proporsi ideal asupan makanan bagi ibu hamil adalah 50% protein, 25% karbohidrat, dan 25% serat. Ini memastikan nutrisi seimbang untuk ibu dan janin.
Persiapan Kehamilan yang Matang: Melewati Stigma dan Tantangan
Data SUSENAS 2022 BPS menunjukkan sekitar 8,2% perempuan menikah usia 15-49 tahun menunda atau menghindari kehamilan. Berbagai faktor seperti kesiapan mental dan ekonomi menjadi pertimbangan.
Brand Group Manager Prenagen, Junita, menambahkan bahwa kehamilan modern membutuhkan pertimbangan yang lebih kompleks. Bukan hanya aspek biologis, tetapi juga emosional, sosial, dan personal.
Calon ibu perlu memiliki ruang untuk beradaptasi dan memahami transformasi yang akan dialaminya. Dukungan dari pasangan dan lingkungan sekitar sangat penting untuk melewati masa-masa ini.
Berbagi pengalaman dengan sesama ibu hamil dapat membantu mengurangi rasa khawatir dan memberikan dukungan emosional. Informasi dan dukungan yang tepat sangat penting dalam mempersiapkan kehamilan yang sehat dan bahagia.
Kesimpulannya, kebutuhan protein bagi ibu hamil sangat penting dan seringkali kurang terpenuhi. Dengan mengedukasi masyarakat dan menghilangkan stigma negatif seputar konsumsi protein, diharapkan dapat meningkatkan kesehatan ibu dan janin, serta mengurangi angka penundaan kehamilan karena kekhawatiran yang tidak berdasar.