Pernahkah Anda mengalami pusing hebat bahkan hampir pingsan setelah makan? Kondisi ini mungkin menandakan hipotensi postprandial, penurunan tekanan darah secara drastis pasca makan. Mari kita telusuri lebih dalam mengenai penyebab, gejala, dan cara penanganannya.
Hipotensi postprandial, atau postprandial hypotension, merupakan penurunan tekanan darah yang signifikan setelah mengonsumsi makanan. Penurunan ini biasanya terjadi sekitar 1-2 jam setelah makan.
Apa itu Hipotensi Postprandial?
Hipotensi postprandial sering kali dialami oleh lansia, dengan sekitar 40% individu berusia 65-86 tahun mengalaminya. Pada sebagian besar kasus, gejalanya ringan atau bahkan tidak terasa.
Namun, beberapa individu dapat mengalami gejala yang lebih serius. Kondisi ini berkaitan erat dengan hipotensi ortostatik, penurunan tekanan darah saat berganti posisi dari duduk ke berdiri. Lebih sering ditemukan pada penderita hipertensi, diabetes tipe 2, dan penyakit Parkinson.
Tanda dan Gejala Hipotensi Postprandial
Hipotensi postprandial terdiagnosis ketika tekanan darah sistolik (angka atas pada pengukuran tekanan darah) turun minimal 20 mmHg dalam dua jam setelah makan. Tekanan darah sistolik menunjukkan kekuatan jantung memompa darah ke seluruh tubuh.
Gejala umum meliputi pusing, kepala terasa ringan, pandangan kabur, mual, kelemahan, jantung berdebar, dan perasaan ingin pingsan. Gejala biasanya muncul 30-60 menit setelah makan dan dapat berlangsung beberapa jam.
- Pusing dan kepala terasa ringan merupakan gejala yang paling umum.
- Pandangan kabur dapat terjadi akibat penurunan aliran darah ke otak.
- Mual dan kelemahan juga sering menyertai penurunan tekanan darah.
- Jantung berdebar merupakan respons tubuh untuk meningkatkan aliran darah.
- Perasaan ingin pingsan merupakan gejala serius yang membutuhkan perhatian medis.
Gejala bisa lebih parah jika langsung berdiri setelah makan atau mengonsumsi makanan dalam jumlah besar. Perlu kewaspadaan dan penanganan yang tepat.
Penyebab dan Faktor Risiko Hipotensi Postprandial
Penyebab pasti hipotensi postprandial masih belum sepenuhnya dipahami. Namun, diduga terkait dengan peningkatan aliran darah ke sistem pencernaan setelah makan.
Pembuluh darah di organ pencernaan melebar untuk menampung darah yang masuk, menyebabkan penurunan tekanan darah secara keseluruhan. Sistem saraf biasanya akan merespon dengan menyempitkan pembuluh darah di bagian tubuh lain.
Jantung juga akan memompa lebih cepat untuk menjaga tekanan darah tetap stabil. Namun, mekanisme ini tidak berfungsi optimal pada penderita hipotensi postprandial, sehingga tekanan darah tetap rendah.
Penurunan tekanan darah bisa lebih drastis pada mereka yang memiliki gangguan sistem saraf otonom, seperti diabetes tipe 2 dan penyakit Parkinson. Faktor lain yang mungkin berperan meliputi makan dalam porsi besar, asupan garam yang rendah, dehidrasi, dan cuaca panas.
Faktor risiko meliputi usia lanjut (di atas 65 tahun), masalah jantung dan pembuluh darah (hipertensi, gagal jantung), diabetes dengan neuropati otonom, penyakit saraf (Parkinson, multiple system atrophy), dan penggunaan obat-obatan tertentu (diuretik, beta-blocker).
Diagnosis dan Penanganan Hipotensi Postprandial
Jika Anda mengalami gejala, konsultasikan dengan dokter. Dokter akan menanyakan riwayat medis dan gejala yang dialami. Pengukuran tekanan darah akan dilakukan sebelum dan setelah makan.
Tekanan darah diukur dalam posisi duduk, kemudian beberapa kali setelah makan (mulai 15 menit hingga 2 jam). Diagnosis ditegakkan jika tekanan darah sistolik turun 20 mmHg atau lebih dalam dua jam setelah makan.
Pemeriksaan tambahan mungkin diperlukan, seperti tes darah (mendeteksi anemia atau kadar gula darah rendah), elektrokardiogram (EKG/ECG, untuk gangguan irama jantung), dan ekokardiogram (mengevaluasi struktur dan fungsi jantung). Pengidap hipotensi postprandial berisiko lebih tinggi mengalami jatuh, stroke ringan, dan gangguan serebrovaskular.
Tidak ada pengobatan khusus untuk hipotensi postprandial. Penanganan difokuskan pada mengurangi gejala. Perubahan gaya hidup sangat penting.
1. Makan dalam Porsi Kecil dan Sering
Makan dalam porsi besar menyebabkan penurunan tekanan darah yang signifikan. Makan dalam porsi kecil tetapi lebih sering membantu mencegah penumpukan darah di perut.
2. Batasi Makanan Tinggi Karbohidrat Sederhana
Karbohidrat sederhana (nasi putih, roti putih, makanan manis) meningkatkan gula darah secara cepat, yang dapat memicu penurunan tekanan darah. Ganti dengan karbohidrat kompleks (nasi merah, kentang, roti gandum).
3. Minum Air Putih Sebelum Makan
Minum 300-500 ml air putih 15 menit sebelum makan dapat membantu menstabilkan tekanan darah dengan meningkatkan volume darah. Studi telah menunjukkan manfaat ini pada lansia.
4. Konsumsi Kafein Sedang
Kafein dapat meningkatkan tekanan darah sementara, tetapi konsultasikan dengan dokter terlebih dahulu, terutama bagi lansia. Konsumsi yang berlebihan justru berisiko.
5. Hindari Aktivitas Berat Setelah Makan
Istirahat 30-60 menit setelah makan untuk mencegah memperburuk gejala. Aktivitas berat dapat memperparah penurunan tekanan darah.
6. Gunakan Stoking Kompresi
Stoking kompresi dapat membantu menstabilkan tekanan darah dengan mencegah penumpukan darah di kaki, bermanfaat pula bagi penderita hipotensi ortostatik.
7. Sesuaikan Pengobatan
Obat hipertensi yang dikonsumsi sebelum makan bisa memperburuk hipotensi postprandial. Konsultasikan dengan dokter untuk penyesuaian dosis atau obat alternatif.
Hipotensi postprandial membutuhkan perhatian medis. Dengan perubahan gaya hidup dan konsultasi dokter, gejala dapat dikelola dengan efektif. Ketepatan diagnosis dan penanganan yang tepat sangat penting untuk mencegah komplikasi serius.